Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar mengungkapkan alasan
MK mengabulkan gugatan terhadap status Rintisan Sekolah Berstandar
Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional. Akil
mengatakan status-status tersebut memunculkan diskriminasi dalam
pendidikan dan membuat sekat antara lembaga pendidikan.
"Penggolongan
kasta dalam sekolah seperti SBI, RSBI dan Sekolah Reguler itu bentuk
diskriminatif dan bertentangan dengan konstitusi," kata Akil saat
berbincang di ruang pers MK, Jakarta, Selasa (8/1/2012).
Akil
menambahkan, RSBI yang sudah ada kembali menjadi sekolah biasa. Pungutan
karena sistem RSBI, lanjutnya, juga harus dibatalkan. Pasalnya,
pungutan tersebut merupakan bentuk ketidakadilan terhadap hak untuk
memperoleh pendidikan yang setara.
"Hanya siswa dari keluarga
kaya atau mampu yang mendapatkan kesempatan sekolah di RSBI atau SBI
yang merupakan sekolah kaya atau elit. Sedangkan siswa dari keluarga
sederhana atau tidak mampu hanya memiliki kesempatan diterima di sekolah
umum (sekolah miskin)," ungkapnya.
Selain itu, penekanan bahasa
Inggris bagi siswa di sekolah RSBI atau SBI dinilai sebagai bentuk
pengkhianatan terhadap Sumpah Pemuda tahun 1928. Sumpah pemuda tersebut
dalam salah satu ikrarnya menyatakan berbahasa satu yaitu bahasa
Indonesia. Sebab itu, lanjutnya, seluruh sekolah di Indonesia seharusnya
menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia.
"Adanya aturan
bahwa bahasa Indonesia hanya dipergunakan sebagai pengantar untuk di
beberapa mata pelajaran seperti pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan
Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan lokal
di RSBI/SBI, maka sesungguhnya keberadaan RSBI atau SBI secara sengaja
mengabaikan peranan bahasa Indonesia dan bertentangan dengan Pasal 36
UUD 1945 yang menyebutkan bahasa negara adalah bahasa
Indonesia,"pungkasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi
mengabulkan permohonan uji materi Pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Dengan dikabulkannya
uji materi tersebut, RSBI dibubarkan oleh MK.
Dalam pembacaan
amar putusan, Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD mengatakan Pasal 50
ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan
hukum yang mengikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar